Aku kembali ingin bercerita tentang hari ini. Aku membuka laptopku seperti biasanya. Lama aku menunggu apa kata yang harus aku tuliskan terlebih dahulu dalam ceritaku ini. Kali ini aku ingin menceritakan tentang Tuhan. Jangan salah terka dulu, aku tak bisa membahasnya terlalu jauh seperti orang lain yang membahasnya dengan bahasanya sendiri. Sementara aku, aku ingin membahasnya dengan sederhana, karena seperti itulah gaya bahasa yang kumiliki. Sedikit ku perkenalkan, kesederhanaan yang kusukai bukan hanya dalam segi gaya bahasa tetapi banyak hal diluar daripada itu. Aku menyukai teman-teman yang bersikap sederhana, menyukai pakaian yang sederhana, dan sebagaimana wajarnya seorang lelaki, akupun menyukai wanita yang sederhana dalam takaran mataku. Berpenampilan sederhana tetapi tidak sederhana dalam beribadah kepada Tuhannya, kira-kira begitulah yang aku maksud. Tetapi sudahlah, aku tak ingin terlalu lama berbicara tentang hal itu. Sekarang aku akan memulai sedikit pembicaraanku. Aku ingin bercerita bagaimana aku mendapatkan sebuah tema pembicara yang sebernanya tak bisa kubahas sesuai harapan orang.
Siang hari tadi aku pulang dan mendapatkan sedikit
kalimat dalam fikiranku, “ aku ingin menulis dengan judul-- Tuhan masih
menyayangi kita”, begitulah kataku dalam hati. Tapi apa yang harus aku
ceritakan? Apakah aku akan menceritakan tentang diriku dan temanku yang
terkadang tak punya uang di kampung orang tetapi tetap selalu saja ada
pertolongan Tuhan? Kami selalu bisa makan entah itu datangnya dari mana. Tidak
dulu kataku, aku masih belum banyak ide tentang itu untuk bisa aku ceritakan.
Sangat banyak pertolongan Tuhan kepadaku, hingga aku kebingungan untuk
menuliskan yang mana. Apakah aku ingin menulis pertolongan Tuhan menolongku
untuk mengobati luka hatiku saat Ayahku tercinta menghadap kepada-Nya? Apakah
aku akan menceritakan tentang Tuhan ketika menolongku untuk melanjutkan
pendidikan ke tingkat perguruan tinggi dimana aku hanya memiliki seorang Ibu
saja? Terlalu banyak yang akan kutulis jika ingin menyebutkan semua pertolongan
Tuhan. Diajarkan dalam agamaku, bahwa ketika nikmat Tuhan harus dituliskan
dengan tangkai pohon dan air laut adalah tintanya, maka itu tidak akan cukup
untuk menulis semua nikmat yang Tuhan berikan. Tapi aku belum bisa memilih yang
mana yang akan kutuliskan. Mungkin akan kuhapus saja judul itu dalam fikiranku.
Aku tak ingin terlalu menghafal kata itu aku ingin merasakannya langsung dalam
keseharianku dan berterima kasih kepada-Nya. Itu semualah yang terfikir dalam
benakku saat pulang ke kost kecilku.
Sampailah sekarang aku di kost kecilku ini. Seperti
biasa saat pulang aku langsung membaringkan badanku sejenak. Hari ini aku
menunggu teman-temanku yang katanya akan datang malam ini. Katanya mereka ingin
menyelesaikan tugas kuliahnya disini. Kuambil kembali handphone-ku lalu membuka
salah satu aplikasi media sosialku. Aku mengarahkan perhatianku pada sebuah postingan
tentang sebuah lomba penulisan lewat blog. Sepertinya aku tertarik mengikuti
lomba ini, “baiklah akan kucoba,” begitu bisikan dari dalam diriku. Disana
kulihat ada tema yang ditentukan untuk penulisan dalam blog itu,”Air,
Salinitas, atau Jalan_Infrastruktur” begitulah temanya. Akupun mulai berfikir
tema apa yang akan kuambil. Jika sudah kupilih salah satu temanya, apakah aku bisa
membuat ide-ide yang berhubungan dengan tema yang kupilih? Sepertinya kebingunganku
terlalu lama untuk memilih temanya akan membuatku tetap seperti itu dan justru
tak ada hasil sedikitpun yang akan kuperoleh. Akhirnya kupilih salinitas.
Mungkin dengan tema ini aku bisa punya pemikiran yang bisa kutuliskan dalam
blogku nanti.
Sempat pula aku membaca dalam persyaratan lomba itu
bahwa yang harus kuceritakan berhubungan dengan masalah di lingkungan tempat
tinggalku dan harus kuberikan solusinya serta harapanku kedepannya. Dengan percaya
dirinya aku mulai menulis huruf demi huruf dengan harapan bisa mengikuti lomba
itu karena katanya dua orang pemenang dalam lomba akan mendapatkan hadiah
jalan-jalan ke Lombok. Saat aku menyebutkan kata salinitas, yang terlintas
dalam fikiranku adalah pengairan untuk sawah dengan menggunakan sistem tertentu.
Aku pun mulai membayangkan bagaimana sistem pengairan sawah di kampung halamanku.
Sedikit ku ceritakan, sebagian besar sawah di kampungku adalah sawah yang
pengairannya adalah sistem tadah hujan. Karena menggunakan system tadah hujan,
petani di kampungku hanya melakukan panen padi sekali dalam setahun, dan aku
tahu turun tidaknya hujan itu tergantung dari pengaturan Tuhan. Maka wajarlah
kami selalu was-was jika hujan mulai tak turun. Di kampungku pun terdapat
penampungan air yang disebut tanggul, tapi begitulah…ukurannya tidak cukup
besar untuk menampung air yang akan dialirkan ke semua sawah di kampungku. Mungkin
hanya sekitar seratus petak sawah yang bisa mendapatkan air dari penampungan , bahkan
kurang dari seratus sawah..begitulah fikirku. Berbicara mengenai pembangunan
tanggul, aku mulai lagi mengarahkan fikiranku kepada pihak pemerintahan yang
belum bisa membuat penampungan yang lebih besar. Karena di kecamatan sebelah,
sudah terdapat tanggul yang sangat besar dan cukup memadai untuk digunakan
sebagai pengairan terhadap sawah-sawah yang ada di kampung tersebut. Makanya itu
mereka dapat melakukan panen padi sebanyak dua kali dalam setahun. Hatiku pun
mulai iri dan mulai memojokkan pihak berwenang. Tapi tunggu dulu, aku mengingat
tema dalam lomba itu mengenai pokok bahasan yang akan dituliskan yaitu solusi
yang ditawarkan mengenai permasalahan dikampungku dan syarat yang ditentukan
dalam teks itu adalah penulis tidak boleh menyudutkan pihak tertentu. Artinya aku
tidak bisa menyalahkan pemerintah begitu saja. “Lalu apa yang akan aku
tuliskan?” begitulah fikirku. Jika aku tak menuliskan apapun, bagaimana dengan
perlombaannya? Bagaimana dengan hadiah jalan-jalan ke Lombok? Itu semualah yang
aku pertanyakan.
Pulau Jampea beberapa tahun lalu |
Sedikit kualihkan kembali perhatianku kepada tulisan
yang akan kumasukkan dalam perlombaan. Tadinya aku mengira salinitas adalah
pengairan karena begitulah yang aku fikirkan. Setelah kucari dalam aplikasi
kamus besar bahasa Indonesia yang ada di komputerku, disana terpampang jelas
pengertian salinitas yang sebenarnya adalah tingkat kandungan garam air laut,
sungai, danau yang dihitung dalam seperseribu. Kutanyakan arti dari pengairan
kepada temanku yang kukatakan di awal akan mengerjakan tugas di kostku.
Ternyata istilah lain dari pengairan adalah irigasi. Kuperiksa kembali di kamus
bahasaku dan begitulah arti yang sebenarnya. Irigasi adalah pengaturan, pembagian, atau pengaliran air menurut
sistem tertentu untuk sawah. Lalu bagaimana
dengan tulisanku yang sudah kutulis sebanyak dua halaman? Haruskah aku
menghapusnya?. Kubaca kembali persyaratan dalam perlombaan itu. Dan tema yang
tersedia ternyata bukanlah salinitas tapi sanitasi. Akhirnya kuputuskan untuk
tidak mengikuti lomba itu karena terdapat batasan usia yaitu 17 tahun. Sementara
usiaku dalam beberapa bulan yang akan datang sudah mencapai 20 tahun. Apakah
aku menyesal? tidak. Karena setelah kubaca kembali dari awal tulisanku, justru
kesalahanku mengartikan satu kata mengantarkanku pada sebuah rasa syukur kepada
Sang Penciptaku. Lalu mungkin ada yang bertanya dibagian mana pembahasanku
tentang Tuhan? Yah sampai pada yang kubahasakan tadi, aku tidak membahas Tuhan
seperti orang lain. Aku ingin membahas Tuhan Yang Maha Pemberi, Yang Maha Adil,
lagi Maha Pengasih. Tuhan memberi kami hujan saat sawah kami mulai kering. Tuhan
menurunkan hujan bagi petani agar tak terlalu kesusahan dalam mencari sesuap
nasi, disitulah aku menilai keadilan-Nya. Tuhan menolong kami ketika tak punya
uang dan bisa makan di kampung orang, di bagian ini aku menilai Tuhan sebagai
Yang Maha Pengasih. Begitulah bahasa sederhanaku. Aku tidak bisa berdebat kala
mereka bertanya dimana Tuhanmu? Siapakah dirimu dan siapakah Tuhanmu. Aku belum
bisa. Aku tak ingin terlalu lama berdebat disana sementara aku lupa dengan
Tuhanku. Dari semua yang aku tuliskan aku tetap memilih judulku sebagaimana
awalnya yaitu” Tuhan Masih Menyayangi Kita”. Judul ini kupilih sebagai bentuk
tulisan yang kusampaikan kepada diriku dan juga teman-temanku. Terkadang kita lupa
bersyukur kepada Tuhan. Saat kita berada kelaparan dan tak punya uang lalu
tiba-tiba dapat makan entah datangnya dari teman, ibu kost atau dari mana, bukankah
itu bentuk pertolongan Tuhan yang di wakilkan lewat Manusia? Saya yakin banyak
yang mengalami kejadian ini dan tidak menyadarinya.
Begitula akhir dari tulisan ini yang ingin
kuungkapkan. Tulisan ini kiranya bisa bermanfaat untuk banyak orang. Khusus pula
untuk teman-temanku yang sudah kehilangan orang tuanya agar bisa tetap tegar
karena seperti yang kubahasakan Tuhan selalu punya cara untuk mengobati luka
kita. Dan pula kepada teman-temanku yang masih memiliki orang tua maka jagalah
mereka, sayangilah mereka, dan hormtilah mereka serta muliakanlah sebelum
penyesalan itu datang. Terima kasih untuk teman-teman yang mengikuti kisahnya
sampai akhir..
hhh spa mi fto itu kasian
ReplyDeletesubhanallah
ReplyDelete