Monday, March 20, 2017

Tuhan Selalu Menyayangi Kita




Aku kembali ingin bercerita tentang hari ini. Aku membuka laptopku seperti biasanya. Lama aku menunggu apa kata yang harus aku tuliskan terlebih dahulu dalam ceritaku ini. Kali ini aku ingin menceritakan tentang Tuhan. Jangan salah terka dulu, aku tak bisa membahasnya terlalu jauh seperti orang lain yang membahasnya dengan bahasanya sendiri. Sementara aku, aku ingin membahasnya dengan sederhana, karena seperti itulah gaya bahasa yang kumiliki. Sedikit ku perkenalkan, kesederhanaan yang kusukai bukan hanya dalam segi gaya bahasa tetapi banyak hal diluar daripada itu. Aku menyukai teman-teman yang bersikap sederhana, menyukai pakaian yang sederhana, dan sebagaimana wajarnya seorang lelaki, akupun menyukai wanita yang sederhana dalam takaran mataku. Berpenampilan sederhana tetapi tidak sederhana dalam beribadah kepada Tuhannya, kira-kira begitulah yang aku maksud. Tetapi sudahlah, aku tak ingin terlalu lama berbicara tentang hal itu. Sekarang aku akan memulai sedikit pembicaraanku. Aku ingin bercerita bagaimana aku mendapatkan sebuah tema pembicara yang sebernanya tak bisa kubahas sesuai harapan orang.
Siang hari tadi aku pulang dan mendapatkan sedikit kalimat dalam fikiranku, “ aku ingin menulis dengan judul-- Tuhan masih menyayangi kita”, begitulah kataku dalam hati. Tapi apa yang harus aku ceritakan? Apakah aku akan menceritakan tentang diriku dan temanku yang terkadang tak punya uang di kampung orang tetapi tetap selalu saja ada pertolongan Tuhan? Kami selalu bisa makan entah itu datangnya dari mana. Tidak dulu kataku, aku masih belum banyak ide tentang itu untuk bisa aku ceritakan. Sangat banyak pertolongan Tuhan kepadaku, hingga aku kebingungan untuk menuliskan yang mana. Apakah aku ingin menulis pertolongan Tuhan menolongku untuk mengobati luka hatiku saat Ayahku tercinta menghadap kepada-Nya? Apakah aku akan menceritakan tentang Tuhan ketika menolongku untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi dimana aku hanya memiliki seorang Ibu saja? Terlalu banyak yang akan kutulis jika ingin menyebutkan semua pertolongan Tuhan. Diajarkan dalam agamaku, bahwa ketika nikmat Tuhan harus dituliskan dengan tangkai pohon dan air laut adalah tintanya, maka itu tidak akan cukup untuk menulis semua nikmat yang Tuhan berikan. Tapi aku belum bisa memilih yang mana yang akan kutuliskan. Mungkin akan kuhapus saja judul itu dalam fikiranku. Aku tak ingin terlalu menghafal kata itu aku ingin merasakannya langsung dalam keseharianku dan berterima kasih kepada-Nya. Itu semualah yang terfikir dalam benakku saat pulang ke kost kecilku.
Sampailah sekarang aku di kost kecilku ini. Seperti biasa saat pulang aku langsung membaringkan badanku sejenak. Hari ini aku menunggu teman-temanku yang katanya akan datang malam ini. Katanya mereka ingin menyelesaikan tugas kuliahnya disini. Kuambil kembali handphone-ku lalu membuka salah satu aplikasi media sosialku. Aku mengarahkan perhatianku pada sebuah postingan tentang sebuah lomba penulisan lewat blog. Sepertinya aku tertarik mengikuti lomba ini, “baiklah akan kucoba,” begitu bisikan dari dalam diriku. Disana kulihat ada tema yang ditentukan untuk penulisan dalam blog itu,”Air, Salinitas, atau Jalan_Infrastruktur” begitulah temanya. Akupun mulai berfikir tema apa yang akan kuambil. Jika sudah kupilih salah satu temanya, apakah aku bisa membuat ide-ide yang berhubungan dengan tema yang kupilih? Sepertinya kebingunganku terlalu lama untuk memilih temanya akan membuatku tetap seperti itu dan justru tak ada hasil sedikitpun yang akan kuperoleh. Akhirnya kupilih salinitas. Mungkin dengan tema ini aku bisa punya pemikiran yang bisa kutuliskan dalam blogku nanti.
Sempat pula aku membaca dalam persyaratan lomba itu bahwa yang harus kuceritakan berhubungan dengan masalah di lingkungan tempat tinggalku dan harus kuberikan solusinya serta harapanku kedepannya. Dengan percaya dirinya aku mulai menulis huruf demi huruf dengan harapan bisa mengikuti lomba itu karena katanya dua orang pemenang dalam lomba akan mendapatkan hadiah jalan-jalan ke Lombok. Saat aku menyebutkan kata salinitas, yang terlintas dalam fikiranku adalah pengairan untuk sawah dengan menggunakan sistem tertentu. Aku pun mulai membayangkan bagaimana sistem pengairan sawah di kampung halamanku. Sedikit ku ceritakan, sebagian besar sawah di kampungku adalah sawah yang pengairannya adalah sistem tadah hujan. Karena menggunakan system tadah hujan, petani di kampungku hanya melakukan panen padi sekali dalam setahun, dan aku tahu turun tidaknya hujan itu tergantung dari pengaturan Tuhan. Maka wajarlah kami selalu was-was jika hujan mulai tak turun. Di kampungku pun terdapat penampungan air yang disebut tanggul, tapi begitulah…ukurannya tidak cukup besar untuk menampung air yang akan dialirkan ke semua sawah di kampungku. Mungkin hanya sekitar seratus petak sawah yang bisa mendapatkan air dari penampungan , bahkan kurang dari seratus sawah..begitulah fikirku. Berbicara mengenai pembangunan tanggul, aku mulai lagi mengarahkan fikiranku kepada pihak pemerintahan yang belum bisa membuat penampungan yang lebih besar. Karena di kecamatan sebelah, sudah terdapat tanggul yang sangat besar dan cukup memadai untuk digunakan sebagai pengairan terhadap sawah-sawah yang ada di kampung tersebut. Makanya itu mereka dapat melakukan panen padi sebanyak dua kali dalam setahun. Hatiku pun mulai iri dan mulai memojokkan pihak berwenang. Tapi tunggu dulu, aku mengingat tema dalam lomba itu mengenai pokok bahasan yang akan dituliskan yaitu solusi yang ditawarkan mengenai permasalahan dikampungku dan syarat yang ditentukan dalam teks itu adalah penulis tidak boleh menyudutkan pihak tertentu. Artinya aku tidak bisa menyalahkan pemerintah begitu saja. “Lalu apa yang akan aku tuliskan?” begitulah fikirku. Jika aku tak menuliskan apapun, bagaimana dengan perlombaannya? Bagaimana dengan hadiah jalan-jalan ke Lombok? Itu semualah yang aku pertanyakan.


Pulau Jampea beberapa tahun lalu
Pikiranku pun mulai kutujukan lagi pada sawah di kampungku. Beberapa waktu yang lalu aku mendengar kabar kalau dikampungku terjadi kekeringan sawah. Banyak masyarakat di kampungku mulai khawatir dengan keadaan ini. Sawah mulai kering sementara padi telah usai ditanam. Beberapa daun padi milik petani mulai berwarna kuning menandakan bahwa padi itu mulai haus, padi butuh air, entah darimanapun datangnya. Begitulah kabar yang kudapatkan dari Ibuku tercinta dari kampung halaman. Beberapa waktu kemudian aku pulang ke kampung. Akupun menyaksikan sendiri bagaimana keadaan padi di sawah-sawah milik petani. Ternyata benar apa yang dikatakan Ibuku. Padi itu mungkin akan mati dalam beberapa mingu kedepan jika air tak kunjung datang. Semua masyarakat pun senantiasa berharap agar air itu segera menyejukkan dahaga padi-padi milik mereka. Dan akhirnya pertolongan itupun kunjung datang. Hujan turun di malam hari. Membasahi atap-atap rumah warga. Aku di dalam rumah bisa merasakan sendiri bagaimana derasnya hujan malam itu. Air yang diharapkan sudah tiba. Terima kasih Ya Tuhan, begitu kataku dalam hati. Pagi pun datang beberapa warga sudah berlalu lalang di pagi yang mendung itu sambil membawa cangkul masing-masing. Aku tahu mereka akan ke sawah. Dengan wajah berseri-seri kulihat wajah mereka, tanda kesyukuran karena air harapan sudah tiba. Mereka tak sabar lagi melihat sawah mereka yang mungkin sudah dipenuhi air akibat hujan deras di malam harinya. Dan akhirnya begitulah yang terjadi. Sesuai dengan harapan air mulai mengalir dengan baik di sawah-sawah warga. Malam-malam berikutnya, hujan selalu turun di kampung kami, kampung yang amat kami cintai. Kulihat selalu keceriaan pak petani di hari-hari berikutnya. Dan karena hujan itu harapan kami untuk menuai hasil panen itu sudah mulai terpenuhi. Mungkin beberapa minggu lagi semua warga akan melakukan panen secara bersamaan karena beberapa petani sudah mulai turun kesawah untuk memanen padinya. Andai saja hujan tak turun, apa yang akan dimakan oleh kami yang mayoritas pekerjaan orang tuanya adalah petani. Apa yang akan dimakan oleh kami para mahasiswa dari kampung jika tak punya kiriman beras lagi sementara ekonomi kami tak cukup mendukung?. Terima kasih Ya Tuhan..

Sedikit kualihkan kembali perhatianku kepada tulisan yang akan kumasukkan dalam perlombaan. Tadinya aku mengira salinitas adalah pengairan karena begitulah yang aku fikirkan. Setelah kucari dalam aplikasi kamus besar bahasa Indonesia yang ada di komputerku, disana terpampang jelas pengertian salinitas yang sebenarnya adalah tingkat kandungan garam air laut, sungai, danau yang dihitung dalam seperseribu. Kutanyakan arti dari pengairan kepada temanku yang kukatakan di awal akan mengerjakan tugas di kostku. Ternyata istilah lain dari pengairan adalah irigasi. Kuperiksa kembali di kamus bahasaku dan begitulah arti yang sebenarnya. Irigasi adalah pengaturan, pembagian, atau pengaliran air menurut sistem tertentu untuk sawah. Lalu bagaimana dengan tulisanku yang sudah kutulis sebanyak dua halaman? Haruskah aku menghapusnya?. Kubaca kembali persyaratan dalam perlombaan itu. Dan tema yang tersedia ternyata bukanlah salinitas tapi sanitasi. Akhirnya kuputuskan untuk tidak mengikuti lomba itu karena terdapat batasan usia yaitu 17 tahun. Sementara usiaku dalam beberapa bulan yang akan datang sudah mencapai 20 tahun. Apakah aku menyesal? tidak. Karena setelah kubaca kembali dari awal tulisanku, justru kesalahanku mengartikan satu kata mengantarkanku pada sebuah rasa syukur kepada Sang Penciptaku. Lalu mungkin ada yang bertanya dibagian mana pembahasanku tentang Tuhan? Yah sampai pada yang kubahasakan tadi, aku tidak membahas Tuhan seperti orang lain. Aku ingin membahas Tuhan Yang Maha Pemberi, Yang Maha Adil, lagi Maha Pengasih. Tuhan memberi kami hujan saat sawah kami mulai kering. Tuhan menurunkan hujan bagi petani agar tak terlalu kesusahan dalam mencari sesuap nasi, disitulah aku menilai keadilan-Nya. Tuhan menolong kami ketika tak punya uang dan bisa makan di kampung orang, di bagian ini aku menilai Tuhan sebagai Yang Maha Pengasih. Begitulah bahasa sederhanaku. Aku tidak bisa berdebat kala mereka bertanya dimana Tuhanmu? Siapakah dirimu dan siapakah Tuhanmu. Aku belum bisa. Aku tak ingin terlalu lama berdebat disana sementara aku lupa dengan Tuhanku. Dari semua yang aku tuliskan aku tetap memilih judulku sebagaimana awalnya yaitu” Tuhan Masih Menyayangi Kita”. Judul ini kupilih sebagai bentuk tulisan yang kusampaikan kepada diriku dan juga teman-temanku. Terkadang kita lupa bersyukur kepada Tuhan. Saat kita berada kelaparan dan tak punya uang lalu tiba-tiba dapat makan entah datangnya dari teman, ibu kost atau dari mana, bukankah itu bentuk pertolongan Tuhan yang di wakilkan lewat Manusia? Saya yakin banyak yang mengalami kejadian ini dan tidak menyadarinya.

Begitula akhir dari tulisan ini yang ingin kuungkapkan. Tulisan ini kiranya bisa bermanfaat untuk banyak orang. Khusus pula untuk teman-temanku yang sudah kehilangan orang tuanya agar bisa tetap tegar karena seperti yang kubahasakan Tuhan selalu punya cara untuk mengobati luka kita. Dan pula kepada teman-temanku yang masih memiliki orang tua maka jagalah mereka, sayangilah mereka, dan hormtilah mereka serta muliakanlah sebelum penyesalan itu datang. Terima kasih untuk teman-teman yang mengikuti kisahnya sampai akhir.. 


2 comments: