Pepatah ini sederhana
saja “sedikit demi sedikit, lama-lama jadi bukit.” Dalam pandangan kita pepatah
ini hanya berarti bahwa apabila kita mengumpulkan se-sen demi se-sen maka suatu
saat kita akan mendapatkan sepundi. Namun sesungguhnya pepatah ini tak sekedar
berbicara tentang hidup hemat, atau ketekunan menabung. Pepatah ini menyiratkan
tentang sesuatu yang lebih berharga dari sekedar sekantung keeping uang, yaitu
bila kita mampu mengumpulkan kebaikan dalam setiap tindakan-tindakan kecil kita
maka kita akan dapati kebesaran jiwa kita
Bagaimana tindakan- tindakan
kecil itu mencerminkan kebesaran jiwa sang pemiliknya? Yaitu, bila disertai
kasih saying di dalamnya. Ucapan senyum, sesungging senyum, sapaan ramah, atau
pelukan bersahabat adalah tindakanyang mungkin sepeleh saja. Namun, dalam
liputan kasih sayang ia jauh lebih berharga dari pada bukit tabungan Anda
Bila
anda memandang diri anda kecil, dunia akan tampak sempit, dan tindakan anda
pu jadi kerdil. Namun,bila anda
memandang diri anda besar, dunia terlihat luas, anda pun dapat melakukan
hal-hal yang penting dan berharga.
Tindakan
adalah cermin bagaimana anda melihat dunia. Sementara dunia anda tak lebih luas
dari pikiran anda tentang diri anda sendiri. Itulah mengapa kita diajarkan
untuk berprasangka positif pada diri sendiri, agar kita bisa melihat dunia
lebih indah, dan bertindak selaras dengan kebaikan-kebaikan yang ada dalam
pikiran kita. Padahal dunia tak butuh penilaian apa-apa dari kita. Ia hanya
memantulkan apa yang ingin ita lihat. Ia menggemakan apa yang kita dengar. Bila
kita takut menghadapi dunia, sesungguhnya kita takut menghadapi diri sendiri.
Maka bukan persoalan kita memandang diri kita baik atau tidak terhadap diri
kita sendiri. Lebih dari itu kita harus jujur memandang diri kita sendiri
dengan apa adanya. Dan dunia pun akan menampakkan realitasnya yang selama ini
tersembunyi dibalik penilaian-penilaian kita.
Kita
sebagai manusia wajib mensyukuri apapun yang terjadi pada diri kita. Dilaur
dari anjuran beberapa agama di dunia sesungguhnya rasa syukur mengantarkan kita
pada sebuah rasa bebas dari sebuah kecemasan. Bersyukur pun mengantarkan kita
untuk menyingkirkan hal-hal negative yang bisa berpotensi menyalahkan jalan
hidup kita. Meskipun orang lain memandang tindakan kita sebagai tindakan yang
tidak realistis tapi sesungguhnya kita lebih realistis dari pada mereka karena
kembali pada yang tadi bahwa rasa syukur mengantar kita pada kebebasan dari
rasa cemas dan rasa bersalah yang berlebihan.
Kebanyakan
dari kita terpaku pada suatu kesalahan dan mengingkarinya. Sangat sedikit yang
melihat keberhasilan lalu mensyukurinya. Kita tidak mampu berhasil hanya dengan
menggerutu dan berkeluh kesah terhadap suatu kesalahn dan tidak bisa bangkit
untuk melawan atau memperbaiki kesalahan itu. Hanya dengan pandangan positif
akan membawa kita untuk bangkit, dan hanya dengan rasa syukurlah sisi positif
itu tampak dalam pandangan kita.
4.
Malaikat
Pelindung
Suatu
ketika, ada seorang bayi yang akan dilahirkan ke dunia, Ia bertanya kepada
Tuhan.’Ya Tuhan, engkau akan mengirimku ke Bumi. Tapi aku takut, aku masih
kecil dan tak berdaya. Siapakah yang akan melindungiku disana?”
Tuhan
pun menjawab,“Diantara semua malaikat-Ku, aku akan memilih seorang yang khusus
untukmu. Dia akan merawat dan mengasihimu. “si kecil bertanya lagi ,”tapi
disini ,di surge ini, aku tak berbuat apa-apa kecuali tersenyum dan bernyanyi.
Semua itu sudah cukup membuatku bahagia. Lalu tuhan pun menjawab. Tak apa,
malaikatmu itu selalu menyenandungkan lagu untukmu, dan selalu membuatmu
tersenyum di setiap harimu. Kau akan merasakan cinta dan kasih saying dan itu
akan membuatmu merasa bahagia. Si kecil bertanya lagi” lalu bagaimana aku akan
berbicara dengan mereka sedangkan aku tak mengerti sama sekali dengan bahasa
yang mereka ucapkan.? Tuhan pun menjawab. “malaikatmu itu akan mengajarkanmu
bahasa yang paling indah. Dia akan selalu sabar berada di sampingmu, dan dengan
kasihnya dia akan mengajarkanmu berbicara dengan manusia.
Lalu
si kecil masih bertanya,” Lalu, bagaimana jika aku ingin bertemu denganmu ya
Tuhan?, Tuhan pun menjawab, malaikatmu membimbingmu. Dia akan menengadahkan
tangannya bersamamu , dan mengajarkanmu untuk berdo’a”.
Namun
si kecil masih bertanya,” Tetapi aku mendengar disana ada banyak orang yang
jahat, siapakah yang akan melindungiku nanti?. Tuhan pun menjawab,” Tenanglah,
malaikatmu akan terus melindungimu, meskipun nyawa yang menjadi taruhannya. Dia
akan sering melupakan kepentingannya sendiri demi keselamatanmu.
Tetapi
si kecil malah bersedih” ya Tuhan aku bersedih jika aku tak melihat-Mu lagi.
Tuhan pun menjawab,” malaikatmu akan selalu mengajarkanmu keagungan-Ku, dan dia
akan mendidikmu dengan sepenuh hati, mengajarkanmu banyak hal dengan penuh
kesabaran, membimbingmu agar selalu mengingatku, dan Aku akan selalu berada di
sisimu.
Hening.
Kedamaian pun tetap menerpa syurga. Namun, suara-suara dari bumi terdengar
sayup-sayup.’ Ya Tuhan, aku akan pergi, tolong sebutkan nama malaikat yang akan
melindungiku….”
Tuhan
pun menjawab, “nama malaikatmu mungkin tidak akan terlalu penting bagimu tetapi
nanti engkau akan memanggilnya dengan sebutan: IBU..”
5.
Garam Dan Telaga
Suatu
ketika , hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang
pemuda yang mengadukan masalahnya. Langkahnya dan ekspresi wajahnya ia
memperlihatkan kesedihannya. Bagai seorang yang sedang dirundung masalah.
Tanpa
membuang waktu, pemuda itu menceritakan kisahnya kepada pak Tua yang bijak. Pak
Tua itu hanya mendengarkan dengan seksama. Ia lantas mengambil segenggam garam
dan meminta tamunya mengambil segelas air. Pak tua pun menaburkan garam
tersebut ke dalam gelas dan meminta pemuda itu meminum air dalam gelas
tersebut..” Minumlah air ini dan katakanla bagaimna rasanya.
“Pahit,
pahit sekali rasanya” sahut pemuda itu dengan raut muka yang lain.
Pak
tua itu kemudian mengajak pemuda untuk pergi ke telaga di dekat rumahnya. Di
telaga itu pak tua kemudian menaburkan garam itu dan mengaduknya dengan kayu
kecil sampai timbul riak air kecil mengusik ketenangan air di telaga itu. Lalu
disuruhnya pun pemuda itu meminum air di telaga itu. “bagaimana rasanya?” kata
pak tua. Pemuda itupun menjawab,”segar sekali rasanya”.
Kemudian
pak Tua itu mengajak anak muda tadi untuk duduk di dekat telaga. Sambil menepuk
punggung pemuda itu , pak tua berkata
dengan bijak” anak muda, begitulah kita harus menghadapi suatu masalah. Pahit
tidaknya masalah yang kita hadapi akan bergantung pada cara kita menanggapinya.
Seberapa besar wadah yang kita pakai untuk menerima masalah yang pahit itu.
Jika kita menerima masalah itu bagaikan garam dalam satu gelas air maka ia akan
terasa pahit. Sementara ketika kita menerima suatu masalah dengan berlapang
dada layaknya garam dalam telaga maka kepahitan itu akan menjadi teredam dan
menjadi kesegaran serta kebaikan bagimu.”
Setelah
itu pemuda dan pak tua yang bijak itu beranjak dari telaga itu. Pemuda itupun
pergi dan pak tua pun kembali ke rumahnya. Pak tua itu selalu menyimpan
segenggam garam untuk pemuda lain yang akan datang kepanya mengadukan masalah…
0 comments:
Post a Comment