Sunday, March 19, 2017

Aku Mencari Inspirasi



Aku berbaring sambil menuliskan huruf demi huruf hingga terangkai menjadi sebuah kata hingga berpadu kalimat dan ku akhiri dengan tanda titik(.). Beriringan dengan diriku yang kupaksakan untuk mencari sebuah ide , aku mencoba berimajinasi, berkhayal sampai kudapatkan apa yang aku fikirkan. Dan akhirnya inilah yang aku fikirkan aku menulis sebuah kegundahan. Aku menuliskan kesulitanku untuk mendapatkan ide atau hal baru yang belum orang lain temukan. Aku ingin menulis layaknya mereka yang mampu menuangkan idenya hingga mnjadi sebuah karya yang indah,dan dapat dinikmati oleh banyak orang. Aku tak ingin disebut sebagai seorang yang meniru karya orang lain. Aku ingin menjadi diriku sendiri, menciptakan hal yang menurutku baru meskipun di beberapa waktu yang akan datang aku menemui bahwa apa  yang aku fikirkan sudah difikirkan orang lain sebelum aku.. itu tidak masalah bagiku yang terpenting adalah aku telah mampu menuangkan ideku dalam bentuk karya tulis atau karya apapun itu. Menuliskan atau membuat sebuah karya yang muncul dengan sendirinya (tidak meniru) terkadang merupakan sesuatu yang sudah di tuliskan atau dikerjakan orang lain. Hal semacam itupun pernah terjadi padaku. Aku pernah menuliskan sebuah kalimat yang ku tulis di sebuah halaman sosial media, dan belakangan ada yang menambahkan di kolom komentarku. Ungkapnya bahwa yang telah ku tulis adalah sesuatu yang pernah diungkapkan oleh salah seorang ilmuan dalam sebuah buku. Mungkin fikirnya aku hanya menuliskan sesuatu yang pernah aku baca dalam buku itu karena terkadang begitu yang aku lakukan. Terkadang aku menulis sesuatu yang kurasa menarik ketika membaca sebuah buku.  Namun, akupun merasa sedikit senang karena saat itu aku hanya menuliskan sesuatu yang timbul begitu saja dari fikiranku saja, entah itu disebut sebagai apa. Aku yakin bukan hanya diriku yang mengalaminya. Orang lain pun pernah mengalaminya. Entah itu di kelas, ataupun di tempat lain. Terkadang sesuatu yang ingin kuucapkan, diucapkan oleh orang lain lebih dulu…

Tak terasa aku telah berada di paragraf ke-dua. Kata-kata yang kurangkai menjadi kalimat dan berpadu menjadi paragraph kecil kini sudah berada pada kata ke- 322. Aku sedikit mengingat bahwa ada beberapa pesan yang seharusnya tersampaikan dan harus sesuai dengan teks aslinya semacam pesan keagamaan(kitab) sebut saja Al-Qur’an karena kebetulan aku berlatar agama Islam. Namun, aku disini tidak berbicara mengenai hal itu. Aku sekarang ingin berbicara lebih jauh lagi mengenai fikiranku yang masih terus bimbang. Entah apa lagi yang ingin kutuliskan di kalimat selanjutnya. Aku mengenal beberapa sastrawan ternama di negeriku seperti Chairil Anwar, W.S Rendra, dan beberapa orang lainnya yang pernah kubaca puisinya. Karya mereka sungguh elok dibaca, didengar dan bahkan sebagian orang merasakannya sampai ke lubuk hatinya. Seperti puisi Chairil Anwar dengan judul “Aku” yang sering ku dengar di beberapa kegiatan di kampung halamanku saat acara 17-an(Perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia yang diperingati setiap tahunnya). Aku selalu saja mendengar ucapan mereka yang selalu menyebutkan nama seorang pengarang puisi terkenal itu. Aku pun ingin dikenang seperti orang itu meskipun dikenal bukan sebagai pengarang yang jelas naaku bisa dikenang. Aku yakin ia pun pasti memulainya sama seperti dengan diriku ketika ingin memulai sebuah karya dalam sebuah coretan. Makanya kulanjutkan saja menulisku ini karena aku mendengar bisikan untuk melanjutkannya.

Sekali lagi aku memaksa,, apa yang akan aku tuliskan lagi selanjutnya. Aku sungguh bingung. Kataku, aku tak ingin terlalu lama dalam keadaan ini. Terperangkap dalam sebuah alam yang didalamnya aku tak melihat ide baru lagi. Apakah aku lebih baik menjadi plagiator saja? Ah tidak. Itu namanya mencuri bagiku. Aku ingin menulis dan berkarya dengan mengandalkan ideku sendiri. Pantaslah jika mungkin dalam beberapa kata atau kalimat yang telah aku tulis dan yang akan aku tulis tak karuan bahasanya. Aku ingin menulis dengan gayaku sendiri. Menulis apapun yang terlintas dari alam ideku. Hingga ada lagi sesuatu yang aku lihat atau aku dengar dan mampu memancing pikiranku untuk mengasilkan ide-ide lain. Aku masih menunggu, sembari melihat kesana kemari.

Dan yang pertama aku lihat di depan mataku adalah air yang jatuh dari langit menyentuh lantai depan tempat tinggalku menimbulkan suara-suara kecil, yah suara itu adalah suara air yang menyentuh lantai. Adakah ide baru yang muncul dari air hujan yang aku lihat? atau suara kecil air yang menyentuh lantai. Adakah ide yang terbayang disana? Ternyata hanya pertanyaan seperti itu yang masih muncul dibenakku. Aku beralih pada pandangan yang lain. Kulihat handphoneku dan langsung membuka salah satu aplikasi media sosialku. Pikirku, mungkin disana aku bisa menemukan inspirasi. Aku tidak berfikir akan meniru sesuatu yang mungkin tertulis di media sosial itu, tapi yang aku fikirkan adalah mungkin saja aku bisa menemukan sebuah gambar yang bisa aku ceritakan denga  gaya bahasaku sendiri. Mungkin saja ada sebuah keluhan disana yang bisa aku pecahkan masalahnya dengan caraku yang belum dilakukan orang lain. Saat aku mulai melihatnya yang muncul adalah sebuah cerita dari sebayaku, seorang teman dari kampong halamanku, teman seangkatanku yang sedang menuliskan curhatannya kala ia akan membawakan sebuah materi dengan judul Filsafat Cinta dan kucermati deretan katanya sampai bagian akhir. “Bagus juga imajinasi kawanku ini”, begitu kataku dalam hati. Sementara aku? Aku masih terus mencari ide apa yang bisa aku persembahkan. Minimal ide yang bisa berguna untuk diriku dan sahabat-sahabat serta keluargaku.. Aku masih dalam kegundahan. Ada satu suara yang cukup kukenal saat aku sedikit melamun. Itu suara pemasak nasiku yang biasa disebut orang reskuker yang berasal dari bahasa inggris(rice cooker) mungkin seperti itulah tulisan dalam bahasa inggrisnya aku tak tahu pasti karena aku tak cukup pandai juga dalam bahasa asing. Suara yang tadi kudengar menandakan nasiku telah masak. Aku berfikir mungkin setelah aku makan akan ada ide yang kudapat. Seperti itulah yang aku fikirkan saat ini, saat dimana aku masih menulis tentang kekuranganku mendapatkan ide itu. Beberapa kali kuhapus deretan kata ini sebagai tanda kebimbanganku. Akupun makan dulu dan akan kulanjutkan khayalanku setelahnya. Kini aku telah usai mengisi perutku dan mulai menempatkan jariku diatas tombol huruf komputerku

Setelah lama aku begitu, pandanganku tertuju pada sorotan lampu yang ada di kost kecil tempat tinggalku. Ah aku teringat pada ilmuwan penemu lampu pijar, Thomas Alva Edison. Pernah kudengar sepenggal kisahnya yang terlahir sebagai seorang anak yang dianggap bodoh dikelasnya dan dikeluarkan dari tempat sekolahnya. Namun kegigihan dari ibunya yang memberikan dorongan serta kemauannya untuk tetap berjuang ia menjadi seseorang yang tercatat namanya dalam buku sejarah penemuan. Katanya pun dalam cerita yang kudengar ia telah melakukan percobaan sebanyak 9.955 kali sampai akhirnya berhasil menemukan lampu pijarnya itu. Dan itulah yang kita pakai sekarang di banyak tempat. Aku tidak berani mengatakan dipakai oleh semua orang karena di kampungku masih terdapat beberapa rumah yang tidak menggunakan lampu itu. Mungkin karena permasalahan ekonomi. Pikirku mulai beralih pada keadaan kesejahteraan masyarakat di pelosok negeri. Seharusnya aku bisa berkarya untuk mereka. Seperti yang aku katakan tadi bahwa di kampungku masih terdapat beberapa orang yang belum bisa menggunakan lampu pijar penemuan si bapak Thomas Alva Edisan, minimal aku menciptakan sebuah alat untuk mendapatkan enegi listrik yang menggunakan sumber energi di tempat tinggalku dan tidak memiliki dampak yang buruk terhadap masyarakat. Apa yang harus aku ciptakan jika memang aku akan melakukannya? Yang terbayang hanya sebuah hasil dimana alat itu sudah ada dan aku tidak tau cara membuatnya dan dari mana energy listrik itu atau apa yang akan aku gunakan sebagai sumbernya.. aku tak menemukannya, “mungkin belum saatnya“ begitu kataku. Aku kembali berhenti dan tak menemukan ide-ide lagi. Padahal aku sudah mengisi perutku. Ternyata pemikiran awalku salah. Mungkin lapar ataupun tidaknya seseorang untuk mendapatkan ide baru itu tidaklah berpengaruh. Atau mungkin diriku yang terlalu bodoh dan tak mampu menemukan sedikitpun ide yang cemerlang? Aku masih bingung.


Aku hilang akal seperti akataku sebelumnya. Sebuah kalimat yang masih berulang menandakan pikiranku masih tetap yang itu saja. “IDE” kata dengan susunan tiga huruf ini membuat aku teringat satu orang temanku yang punya banyak ide. Dia tergolong mahasiswa cerdas di tempat kuliahku. Baru-baru ini ia mengajakku bergabung dengannya untuk mengikuti sebuah lomba karya tulis ilmiah di kelas kami. Rencananya dia akan membuat semacam bioetanol dari bahan buah lontar. Idenya sangat cemerlang menurutku. Tapi pada akhirnya kami tidak bisa mengikuti lombanya dikarenakan berkas yang seharusnya kami masukkan terlambat untuk disetor. Itu karena aku yang sebelumnya tidak pernah membantunya menyelesaikan berkasnya. Yang aku tau, aku dipanggil dan aku ikut. Begitu saja yang aku lakukan tidak ada yang bisa aku sumbangkan sebagai tanda terima kasihku karena ia sudah mengajakku. Cerita lain kuangkat dari seorang temanku lagi yang mengajakku untuk bergabung dengannya untuk menulis di sebuah blog yang ia buat. Dan tentunya aku tertarik. Karena dari dulu selalu ingin menuangkan apapun yang ada dalam fikiranku. Itulah mengapa belum ada karya yang bisa kunampakkan karena aku tidak memiliki ide itu sama sekali. Sementara temanku telah membuat beberapa tulisan dalam blog itu. Yang aku posting hanya beberapa informasi tentang mata pelajaranku yang kudapatkan, mengenai silabus pembelajaran, “betapa tak kreatifnya aku” begitulah fikirku. Jika aku ingin menceritakan lebih lanjut, temanku ini punya banyak ide cemerlang, selalu ada cara untuk menyelesaikan masalah, tak pernah hilang akalnya. Bgitulah aku memandangnya. Ada pula temanku yang idenya selalu ia tuangkan dalam bentuk lain seperti membuat gelang dari pelepah pisang, membuat boneka kecil dan karya lainnya. Masih banyak teman-temanku yang bisa memberiku inspirasi tentang kemampuan mereka yang begitu hebat dalam mendapatkan ide. Apakah hidupku hanya akan menceritakan mereka? Apakah aku berniat menyaingi mereka? Tidak, aku hanya ingin terus bersama mereka yang selalu memberi inspirasi dan ide luar biasa kepadaku. Aku ingin melaju seperti mereka dan bersama mengukir nama yang bisa dikenang. Amin.

Masih seperti dengan beberapa paragraph sebalumnya dari tulisan ini, aku masih menuliskan kebingunganku tentang hal apa yang akan aku ungkapkan lagi. Sepertinya aku kali ini benar-benar hilang akal. Aku merasa kali ini sudah banyak yang aku ceritakan dalam tulisanku ini mengenai kebingunganku. Hanya ada satu ide yang bisa ku wujudkan saat ini yaitu memposting tulisanku ini yang bingung menemukan ide-ide baru. Tapi seperti yang kukatakan diawal ceritaku aku ingin berkarya dengan gayaku sendiri, bukan menjadi plagiator, bukan menulis kembali apa yang telah ditulis orang dan menganggap seolah-olah akulah pengarangnya. Aku katakan ini sebagai salah satu wujud dari ideku karena sebelum aku menuliskannya aku sudah berfikir untuk memposting sebuah tulisan dan akhirnya inilah tulisan yang bisa aku persembahkan. Tulisan tentang kebingunganku mencari ide. Tapi setidaknya aku sudah memulai langkah awalku karena aku yakin bahwa kegagalan dari Thomas Alva Edison sebanyak 9.955 itu dimulai dari kegagalannya yang pertama kali. Thanks buat yang mengikuti kisahnya sampai akhir. Semoga kedepannya ada karya yang bisa kita hasilkan dan bisa berguna untuk orang lain.. 

5 comments: