Kabupaten Kepulauan Selayar begitu kaya dengan kebudayaan yang bermacam-macam pula jenisnya.
Artikel
kali ini menyajikan kembali beberapa budaya di Kabupaten kepulauan
selayar yang merupakan lanjutan dari artikel sebelumnya dengan judul Sekilas tentang Budaya di Kabupaten Kepulauan Selayar Part 1.
Berikut penjelasan budaya yang akan lebih menambah pengetahuan pembaca tentang Kabupaten Kepulauan Selayar
1. Adu kuda jantan
Tradisi adu kuda jantan merupakan salah satu adat kebudayaan masyarakat kecamatan Pasimarannu yang setiap tahunnya digelar dalam rangka memeriahkan pesta tahunan sebagai bagian dari kebudayaan turun temurun masyarakat di daerah ini. Atraksi adu kuda seperti ini biasanya digelar di tempat terbuka seperti lapangan ataupun kawasan pesisir pantai.
2. Dide'
Kesenian Tradisional Dide’ adalah lagu-lagu dalam bahasa Selayar yang
dinyanyikan secara berpasangan antara beberapa orang pria dan wanita.
Kebanyakan syair lagu Dide’ adalah kata mutiara yang menggambarkan
berbagai sisi kehidupan masyarakat Kepulauan Selayar. Langgamnya mirip
alunan lagu dari seorang Sinden.
Lagu Dide’ yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kepulauan
Selayar, pada zaman dahulu biasanya dinyanyikan pada acara pesta panen,
acara adat, pesta perkawinan dan terkadang juga pada acara syukuran.
Meski kebanyakan syair lagu Dide’ adalah kata mutiara, namun kadang juga
termuat lontaran kata-kata jenaka dalam penyampaiannya.
Rebana merupakan musik pengiring dan dimainkan sendiri oleh salah
satu diantara pelantun lagu Dide’. Biasanya Dide’ ditampilkan dengan 3
atau lebih pasangan laki-laki dan wanita.
Di saat sekarang, Dide kerap pula hadirkan pada acara seremonial
pemerintahan. Jika anda berkunjung ke Kepulauan Selayar pada bulan
November, Dide’ biasanya tampil pada acara ulang tahun Kepulauan Selayar
yang dirayakan setiap 29 November.
Beberapa pemerhati budaya menilai, Dide’ adalah kesenian yang sudah dimainkan sejak beratus-ratus tahun lalu.
3. Tari Boda'
Tari Boda adalah salah satu kesenian tradisional Kepulauan Selayar
yang hingga kini kerap dipentaskan pada acara – acara tertentu. Filosofi
Tari Boda adalah ekspresi kegembiraan menyambut datangnya bulan
purnama. Zaman dahulu, Tari Boda di mainkan oleh sejumlah anak kecil
dengan nyanyian berbahasa Selayar.
Ciri khas Tari Boda adalah property berupa boda ( bambu ) yang dipukul berirama mengiringi tiap langkah dan gerak penari yang biasanya adalah anak laki – laki. Pada zaman dahulu, Tari Boda dimainkan biasanya dihalaman rumah atau di tanah lapang saat sinar purnama bersinar terang.
Ciri khas Tari Boda adalah property berupa boda ( bambu ) yang dipukul berirama mengiringi tiap langkah dan gerak penari yang biasanya adalah anak laki – laki. Pada zaman dahulu, Tari Boda dimainkan biasanya dihalaman rumah atau di tanah lapang saat sinar purnama bersinar terang.
Pada acara seremonial di Kepulauan Selayar, tari ini kerap
ditampilkan untuk menyambut tamu yang berkunjung ke Bumi Tanadoang.
Dalam konteks kekinian, Tari Boda digambarkan sebagai luapan kegembiraan
atas kedatangan tamu di kampung atau daerah yang dikunjungi.
Anak – anak yang memainkan Tari Boda, biasanya menggunakan celana
sebatas lutut, baju dengan potongan hingga ke pangkal lengan dan sarung
yang dililitkan di pinggang masing – masing penari.
Lagu yang dibawakan adalah ungkapan rasa senang dengan kehadiran
datangnya bulan purnama. Pada zaman dahulu, kedatangan purnama biasanya
menjadi kesempatan untuk bermain di malam hari atau melakukan ritual
adat tertentu.
Jika suatu waktu anda berada di Kepulauan Selayar dan sedang
berlangsung acara seremoni pemerintahan setempat, tari ini biasanya
dipentaskan. Peringatan hari ulang tahun selayar yang jatuh pada 29
November, biasanya menjadi ajang di pentaskannya tari yang dimainkan
oleh sekumpulan anak berusia belia..
4. Pa'raga
Paraga adalah atraksi kesenian rakyat yang dimainkan di banyak tempat di Sulawesi Selatan, salah satunya di Kepulauan Selayar. Paraga adalah aktivitas memainkan bola raga yang dilakukan secara berkelompok antara enam sampai sepuluh orang.
Filosofi permainan rakyat tersebut adalah arannu – rannu atau bersenang – senang setelah melakukan pekerjaan sehari – hari seperti berkebun atau melaut. Sebelum melakukan atraksi, para pemain biasanya membaca semacam mantra yang telah diajarkan turun temurun. Bacaan tersebut dilafalkan oleh seluruh pemain atau salah satu diantaranya.
Jika pada zaman dahulu kala atraksi ini dilakukan sebagai hiburan usai bekerja dan kemudian berkembang menjadi tarian untuk menyambut raja, saat ini biasanya dipertunjukkan pada pagelaran seni dan budaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Pa’raga dimainkan dengan formasi horisontal atau vertikal dengan membentuk piramida dimana salah seorang pemain yang berada di posisi teratas akan memainkan bola.
5. A'jala Ombong
A'jala Ombong adalah tradisi masyarakat Kecamatan Bontosikuyu yang menjadi simbol kegembiraan dan rasa syukur atas nikmat rezeki dari sang pencipta, terutama hasil laut dan perikanan. A'jala Ombong secara harafiah artinya menjala ikan secara beramai – ramai.
Pada saat acara seluruh peserta yang terdiri dari warga setempat mulai anak – anak hingga orang dewasa membawa alat tangkap masing – masing untuk kemudian beramai – ramai menangkap ikan yang terdapat pada perairan dangkal di pesisir pantai. Acara dimulai ketika air laut pasang dan diakhiri ketika surut.
Acara diawali dengan ritual pembacaan doa dan mantra yang dipimpin tetua kampung. Ada juga sajian makanan khas yang menjadi pelengkap ritual adat yang digelar di Pantai Sangkulu – Kulu Desa Harapan Kecamatan Bontosikuyu, sekitar 25 km arah selatan kota Benteng, Ibukota Kepulauan Selayar itu.
Acara diakhiri dengan mengkonsumsi ikan hasil tangkapan masing – masing ditempat yang sama. Tidak salah jika acar ini juga kerap diartikan sebagai lambang kebersamaan dan persatuan masyarakat kampung. Setiap tahunnya, acar A'jala Ombong dilaksanakan pada sekitar bulan Agustus.
6. A'dinging-dinging
Dari segi bahasa, A’dinging – Dinging dapat diartikan sebagai aktivitas saling siram sehingga orang – orang yang melakukannya merasakan dingin karena terpapar air berkali – kali. Namun secara filosofi, ritual A’dinging – Dingin adalah kegiatan yang dilakukan untuk menolak bala dengan air yang disiramkan kepada sesorang dan seisi kampung.
A’dinging – Dinging adalah salah satu aktivitas budaya berbasis kearifan lokal yang dilakukan di salah satu dusun di Kepulauan Selayar, yakni di Dusun Tenro kecamatan Bontomatene. Sekitar 25 km dari kota Benteng ibukota Kepulauan Selayar.
Secara umum tahapan A’dinging – Dinging adalah mengambil air dari sebuah sumur tua di tengah – tengah kampung, air tersebut kemudian diberi mantra oleh tetua kampung untuk selanjutnya disiramkan kepada seluruh penduduk kampung, termasuk warga luar kampung yang kebetulan berada di dusun Tenro.
Selain ritual siraman, A’dinging – Dinging juga diikuti dengan atraksi seni dan budaya serta permainan rakyat Kepulauan Selayar seperti Attojeng ( bermain ayunan ), atraksi bela diri Manca’ Pa’dang, penampilan lagu Dide’ dan beberapa kegiatan lainnya.
Diujung acara, seluruh warga dan para pengunjung akan disuguhi oleh berbagai makanan tradisional, termasuk nasi yang tidak hanya berasal dari berasa tapi juga dari bahan jagung, umbi – umbian dan kacang – kacangan.
Seluruh rangkaian ritual A’dinging – Dinging memiliki makna dan pesan tertentu. Ada ungkapan rasa syukur, penghormatan kepada Sang Pencipta dan para leluhur serta permohonan keselamatan kepada Tuhan YME.
Dusun Tenro berada di sebelah utara kota Benteng dan dapat ditempuh dengan perjalanan selama 30 menit Ritual A’dinging – Dinging sendiri di gelar setiap tahun dan biasanya di lakukan diakhir tahun. Jika sedang berada di Kepulauan Selayar, kegiatan tahunan ini bisa menjadi salah satu destinasi.
7. Tradisi lesung
LESUNG merupakan salah satu simbol prinsip kehidupan sederhana di kalangan masyarakat Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, dengan ciri khasnya sebagai komunitas masyarakat pedalaman yang masih sangat mempertahankan dan menjunjung tinggi nilai-nilai adat-istiadat serta tradisi warisan leluhur mereka.
Bagi masyarakat Kabupaten Kepulauan Selayar, lesung atau yang dalam bahasa lokal setempat dikenal dengan sebutan “assung” lebih banyak digunakan penduduk pedalaman terpencil maupun perkotaan sebagai alat tumbuk tradisional terutama untuk mengolah beras menjadi tepung, pembuatan bahan baku makanan tradisional sejenis beras jagung atau te’te. Tepung yang akan diolah dituangkan ke dalam lobang lesung dan selanjutnya ditumbuk dengan menggunakan bantuan peralatan berupa alu atau sejenis kayu tebal.
Salah satu hal yang menarik, sebab lesung di Kabupaten Kepulauan Selayar memiliki perbedaan bentuk yang sangat kontras dan unik jika dibandingkan dengan kebanyakan lesung di Pulau Jawa dan beberapa wilayah di sekitarnya. Bentuk lesung di Kabupaten Kepulauan Selayar yang berdiri tegak dan hanya dapat digunakan oleh maksimal dua orang warga masyarakat menjadikan lesung ini berbeda dengan kebanyakan lesung-lesung di daerah lainnya di Indonesia.
8. Tradisi Ngarra' Pandang/Ambelu'.
Secara bahasa Ngarra' dalam bahasa indonesia yaitu mengiris sementara pandang yang dimaksud disini adalah daun pandan. Tradisi Ambelu'(Ngarra' Pandang) adalah salah satu bentuk kebudayaan dari Selayar yang dilakukan pada saat pelaksanaan Maulid Nabi. Kegiatan ini dilakukan secara berpasangan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan disebut sebagai Ambelu' sedangkan laki-laki disebut sebagai Ngarra' Pandang. Sang Perempuan bertugas untuk memasukkan daun pandan ke dalam sebilah bambu yang disebut dengan Balehang dan diberikan kepada sang lelaki. Sementara sang lelaki bertugas untuk mengiris pandan yang berada di Balehang. Setelah daun pandan selesai diiris maka Balehang akan diserahkan kembali kepada sang wanita. Biasanya pemain laki-laki digantikan oleh pemain laki-laki yang lain jika ada yang mau sementara pemain perempuan tidak akan digantikan. Pelaksanaan kegiatan ini diiringi dengan kegiatan barazanji. Ketika bacaan barazanji telah selesai maka selesai pulalah kegiatan ini.
Sekian dulu yah Guys untuk ulasan kami mengenai Kebudayaan di Kabupaten Kepulauan Selayar. Kemungkinan masih terdapat beberapa budaya yang belum sempat kami tahu atau belum sempat kami tuliskan. Maka dari itu kami tetap meminta saran atau pun kritik dari teman-teman terhadap tulisan kami..
AYO KE SELAYAR .......
4. Pa'raga
Paraga adalah atraksi kesenian rakyat yang dimainkan di banyak tempat di Sulawesi Selatan, salah satunya di Kepulauan Selayar. Paraga adalah aktivitas memainkan bola raga yang dilakukan secara berkelompok antara enam sampai sepuluh orang.
Filosofi permainan rakyat tersebut adalah arannu – rannu atau bersenang – senang setelah melakukan pekerjaan sehari – hari seperti berkebun atau melaut. Sebelum melakukan atraksi, para pemain biasanya membaca semacam mantra yang telah diajarkan turun temurun. Bacaan tersebut dilafalkan oleh seluruh pemain atau salah satu diantaranya.
Jika pada zaman dahulu kala atraksi ini dilakukan sebagai hiburan usai bekerja dan kemudian berkembang menjadi tarian untuk menyambut raja, saat ini biasanya dipertunjukkan pada pagelaran seni dan budaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Pa’raga dimainkan dengan formasi horisontal atau vertikal dengan membentuk piramida dimana salah seorang pemain yang berada di posisi teratas akan memainkan bola.
5. A'jala Ombong
A'jala Ombong adalah tradisi masyarakat Kecamatan Bontosikuyu yang menjadi simbol kegembiraan dan rasa syukur atas nikmat rezeki dari sang pencipta, terutama hasil laut dan perikanan. A'jala Ombong secara harafiah artinya menjala ikan secara beramai – ramai.
Pada saat acara seluruh peserta yang terdiri dari warga setempat mulai anak – anak hingga orang dewasa membawa alat tangkap masing – masing untuk kemudian beramai – ramai menangkap ikan yang terdapat pada perairan dangkal di pesisir pantai. Acara dimulai ketika air laut pasang dan diakhiri ketika surut.
Acara diawali dengan ritual pembacaan doa dan mantra yang dipimpin tetua kampung. Ada juga sajian makanan khas yang menjadi pelengkap ritual adat yang digelar di Pantai Sangkulu – Kulu Desa Harapan Kecamatan Bontosikuyu, sekitar 25 km arah selatan kota Benteng, Ibukota Kepulauan Selayar itu.
Acara diakhiri dengan mengkonsumsi ikan hasil tangkapan masing – masing ditempat yang sama. Tidak salah jika acar ini juga kerap diartikan sebagai lambang kebersamaan dan persatuan masyarakat kampung. Setiap tahunnya, acar A'jala Ombong dilaksanakan pada sekitar bulan Agustus.
6. A'dinging-dinging
Dari segi bahasa, A’dinging – Dinging dapat diartikan sebagai aktivitas saling siram sehingga orang – orang yang melakukannya merasakan dingin karena terpapar air berkali – kali. Namun secara filosofi, ritual A’dinging – Dingin adalah kegiatan yang dilakukan untuk menolak bala dengan air yang disiramkan kepada sesorang dan seisi kampung.
A’dinging – Dinging adalah salah satu aktivitas budaya berbasis kearifan lokal yang dilakukan di salah satu dusun di Kepulauan Selayar, yakni di Dusun Tenro kecamatan Bontomatene. Sekitar 25 km dari kota Benteng ibukota Kepulauan Selayar.
Secara umum tahapan A’dinging – Dinging adalah mengambil air dari sebuah sumur tua di tengah – tengah kampung, air tersebut kemudian diberi mantra oleh tetua kampung untuk selanjutnya disiramkan kepada seluruh penduduk kampung, termasuk warga luar kampung yang kebetulan berada di dusun Tenro.
Selain ritual siraman, A’dinging – Dinging juga diikuti dengan atraksi seni dan budaya serta permainan rakyat Kepulauan Selayar seperti Attojeng ( bermain ayunan ), atraksi bela diri Manca’ Pa’dang, penampilan lagu Dide’ dan beberapa kegiatan lainnya.
Diujung acara, seluruh warga dan para pengunjung akan disuguhi oleh berbagai makanan tradisional, termasuk nasi yang tidak hanya berasal dari berasa tapi juga dari bahan jagung, umbi – umbian dan kacang – kacangan.
Seluruh rangkaian ritual A’dinging – Dinging memiliki makna dan pesan tertentu. Ada ungkapan rasa syukur, penghormatan kepada Sang Pencipta dan para leluhur serta permohonan keselamatan kepada Tuhan YME.
Dusun Tenro berada di sebelah utara kota Benteng dan dapat ditempuh dengan perjalanan selama 30 menit Ritual A’dinging – Dinging sendiri di gelar setiap tahun dan biasanya di lakukan diakhir tahun. Jika sedang berada di Kepulauan Selayar, kegiatan tahunan ini bisa menjadi salah satu destinasi.
7. Tradisi lesung
LESUNG merupakan salah satu simbol prinsip kehidupan sederhana di kalangan masyarakat Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, dengan ciri khasnya sebagai komunitas masyarakat pedalaman yang masih sangat mempertahankan dan menjunjung tinggi nilai-nilai adat-istiadat serta tradisi warisan leluhur mereka.
Bagi masyarakat Kabupaten Kepulauan Selayar, lesung atau yang dalam bahasa lokal setempat dikenal dengan sebutan “assung” lebih banyak digunakan penduduk pedalaman terpencil maupun perkotaan sebagai alat tumbuk tradisional terutama untuk mengolah beras menjadi tepung, pembuatan bahan baku makanan tradisional sejenis beras jagung atau te’te. Tepung yang akan diolah dituangkan ke dalam lobang lesung dan selanjutnya ditumbuk dengan menggunakan bantuan peralatan berupa alu atau sejenis kayu tebal.
Salah satu hal yang menarik, sebab lesung di Kabupaten Kepulauan Selayar memiliki perbedaan bentuk yang sangat kontras dan unik jika dibandingkan dengan kebanyakan lesung di Pulau Jawa dan beberapa wilayah di sekitarnya. Bentuk lesung di Kabupaten Kepulauan Selayar yang berdiri tegak dan hanya dapat digunakan oleh maksimal dua orang warga masyarakat menjadikan lesung ini berbeda dengan kebanyakan lesung-lesung di daerah lainnya di Indonesia.
8. Tradisi Ngarra' Pandang/Ambelu'.
Secara bahasa Ngarra' dalam bahasa indonesia yaitu mengiris sementara pandang yang dimaksud disini adalah daun pandan. Tradisi Ambelu'(Ngarra' Pandang) adalah salah satu bentuk kebudayaan dari Selayar yang dilakukan pada saat pelaksanaan Maulid Nabi. Kegiatan ini dilakukan secara berpasangan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan disebut sebagai Ambelu' sedangkan laki-laki disebut sebagai Ngarra' Pandang. Sang Perempuan bertugas untuk memasukkan daun pandan ke dalam sebilah bambu yang disebut dengan Balehang dan diberikan kepada sang lelaki. Sementara sang lelaki bertugas untuk mengiris pandan yang berada di Balehang. Setelah daun pandan selesai diiris maka Balehang akan diserahkan kembali kepada sang wanita. Biasanya pemain laki-laki digantikan oleh pemain laki-laki yang lain jika ada yang mau sementara pemain perempuan tidak akan digantikan. Pelaksanaan kegiatan ini diiringi dengan kegiatan barazanji. Ketika bacaan barazanji telah selesai maka selesai pulalah kegiatan ini.
Sekian dulu yah Guys untuk ulasan kami mengenai Kebudayaan di Kabupaten Kepulauan Selayar. Kemungkinan masih terdapat beberapa budaya yang belum sempat kami tahu atau belum sempat kami tuliskan. Maka dari itu kami tetap meminta saran atau pun kritik dari teman-teman terhadap tulisan kami..
AYO KE SELAYAR .......
0 comments:
Post a Comment