Setelah sekian lama
waktu berlalu begitu cepatnya , jemari ini begitu terasa kaku untuk menyentuh
tombol berlabel huruf dan angka di depan layar komputer ini. Begitu tersiksa
rasanya bila tiba-tiba hati ini memaksa imajinasi melahirkan kata demi kata untuk
termuat dalam teks yang entah akan bagaimana jadinya. Mengapa demikian? Yah
mungkin saja karena waktu berlalu begitu cepatnya hingga lupa bagaimana dulu
saya menyentuhkan jari-jari ini melahirkan cerita panjang meski tak begitu
berharga dalam pandangan orang lain, tulisan yang jauh di bawah kualitas
rata-rata. Tapi saya selalu mengingat kata seorang sahabat yang sekarang ia
satu tingkat di bawahku di bangku perkuliahan, “Jangan fikirkan apa yang akan
kau tuliskan tapi tulislah apa yang ada dalam fikiranmu” katanya. Ia bilang itu
pesan dari gurunya. Dan begitulah, saya mengingat pesannya begitu pun orangnya
karena saya telah mengukir namanya dalam deretan nama sahabat-sahabatku,
mengukir bukan dalam kertas namun dalam hati yang tak begitu mudahnya akan terhapus.
Namun meskipun begitu sulitnya melanjutkan tulisan ini, saya akan tetap mencobanya,
mencoba sebisanya.
Bicara tentang sahabat,
agak risih saya dengar untuk terlalu mengungkapkan stasusnya. Kenapa? Karena
sewaktu kecil mengenali kata sahabat pun tidak terlalu saya dalami tetapi saya
bisa menghabiskan waktu berlama-lama bersama dengan teman-teman masa kecil. Meskipun
hari ini mereka membuatku menangis tapi mengapa esoknya saya bisa mencari
mereka lagi untuk saya ajak bermain bersama. Entah hari ini mereka menghina
orang-orang yang saya anggap adalah keluarga tapi esoknya masih sama, saya pun
akan tetap mencarinya untuk bermain bersama. Indah bukan? Meski kita tak
mengenal arti sahabat sedikitpun, tapi kita begitu menikmati masa kebersamaan
itu. Entah kapan, masa peralihan itu berlangsung hingga saat ini saya melihat
dengan mata kepala sendiri, kita yang biasanya mampu menjelaskan arti kata
sahabat sampai mulut berbusa tak bisa memaknai atau pun menikmati ikatan
persahabatan itu seperti masa kecil kita. Sahabat itu bukan sekedar kata yang
harus ditafsirkan, sahabat itu dimana kita mampu saling menikmati waktu bersama-sama
dalam suka-duka, lapang-sempit, bahagia-derita dan segala macamnya, itu kata
seorang sahabatku juga, Ia sahabat saya dari kelas 1 SMP yang tak jarang punya
pandangan berbeda dengan saya.
Menuliskan pesan-pesan
berharga dari seorang sahabat mungkin bisa melahirkan banyak karya tulisan.
Karena apa? Mereka selalu punya pesan bijak yang entah datangnya dari mana dan
bentuknya seperti apa. Ketika masalah dihadapkan pada beberapa orang
termasuk kita yang punya ikatan persahabatan, tanpa kita sadari akan melahirkan
begitu banyak cara berbeda untuk menyelesaikannya. Kadang pun beberapa cara
yang berbeda itu akan melahirkan lagi masalah baru atau pun solusi baru.
Menanggapi perbedaan dengan cara yang tidak semestinya begitu sering terjadi
saat berada dalam kondisi seperti itu.
Memutuskan ikatan
persahabatan adalah akibat paling fatal menurut saya ketika menghadapi
perbedaan dalam menanggapi masalah. Dan itu nyata adanya. Jika saya
diperbolehkan memilih masa, saya lebih ingin melihat ikatan persahabatan itu
seperti masa kecil kita yang memaafkan perbuatan orang lain kepada kita dengan
mudahnya. Andai saja itu bisa kembali, tapi tidak. Tak pernah saya melihat
seorang manusia dalam dunia nyata bisa mengulang waktu sekarang ke waktu
sebelumnya bahkan sepersekian detik pun itu tak bisa. Jika pun kita mengalami
beberapa kejadian yang kita merasa pernah melakukannya, mungkin kita berfikir
bahwa ini adalah pengulangan waktu dan kita sedang berada di masa lalu tapi
menurut saya tidak itu hanyalah kejadian yang orang menamainya, de javu_kejadian yang menurut kita pernah dilakukan sebelumnya. Itu bukanlah
pengulangan waktu. Kita sama-sama sadar bahwa waktu tak bisa diulangi lagi,
mustahil menurut saya kecuali itu mukjizat dari Yang Maha Pencipta. Jika
demikian lalu bagaimana kita bisa mengalami hal seperti masa kecil kita? Masa
dimana kita tak begitu mengenal arti kata persahabatan namun lebih bermakna
ikatan sahabatnya dibandingkan dengan kita sekarang yang dianggap akan mampu
lebih dewasa dalam bersahabat.
Beberapa orang bisa
menjawab persoalan itu dan saya pun memiliki jawaban sendiri perihal itu.
Setelah mencari kesana kemari dalam memori kepala, saya menjawab: itu adalah
persoalan “maaf”. Itu ialah persoalan utama menurut saya. Kenapa saat ini kita
cenderung mengabaikan ikatan persahabatan itu? Karena kita mudah tersinggung
dan sulit memaafkan ketika seseorang melakukan hal yang salah di mata kita.
Kita tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya. Mestinya, jika kita mudah
tersinggung kita lebih mudah memaafkan. Maaf itu bukan sekedar kata. Maaf itu
membuat kita melupakan kesalahan seorang sahabat di kala ia khilaf atau
melakukan perbuatan yang membuat kita merasa terluka atau semacamnya. Lihatlah
masa kecil kita dan bandingkan dengan sekarang. Semasa kecil seperti yang saya
katakan tadi kesalahan orang lain bisa dengan mudahnya dimaafkan, meski kadang
kita juga punya istilah “bombe’(musuh)” tapi itu tak pernah berlangsung lama.
Kadangkala ketika seorang teman memiliki makanan dan tak mau membaginya kepada
teman yang lain disitulah teman yang tak kebagian akan menganggap orang yang
punya makanan adalah bombe’nya. Tapi tak bisa dielakkan itu hanya terjadi saat
itu saja. Setelah beberapa saat kita akan kembali bermain bersama seperti biasanya.
Bandingkan dengan sekarang!. Bahkan hanya pada sebuah persoalan salah paham,
salah ucap, itu membuat akar permasalahan yang baru dan begitu susah untuk
saling memaafkan.
Lalu pertanyaan
berikutnya apakah benar, seiring bertambahnya usia bertambah pula kedewasaan
kita menyikapi sesuatu? Jawablah sendiri!.
Kita tau bersama waktu
berlalu begitu cepatnya dan untuk saya sendiri, jumlah manusia yang saya ukir
dalam deretan nama-nama sahabat sudah tak terhitung jumlahnya. Entah apa yang
membuat beberapa orang masih tetap memilih berada disamping saya , menyediakan
tangan untuk dijabat ketika saya jatuh dan tersungkur. Jika alasannya karena
mereka ingin memanfaatkan saya, semestinya sudah tak ada yang akan bertahan
sebagai seorang teman dengan saya karena tak ada yang bisa mereka manfaatkan dari saya sendiri,
saya serba kekurangan. Orang yang masih bertahan diantara kita dalam keadaan
apapun itulah yang akan kita sebut sahabat. Mereka yang mampu mengerti
bagaimana rasanya ketika mereka berada di posisi kita. Yah, begitulah sahabat
mereka mampu membuat diri mereka merasakan apa yang kita rasakan. Kenapa
beberapa orang saat ini saling memutuskan ikatan sahabat itu,? Jawabannya
karena persoalan itu, kita tidak mampu menempatkan diri kita dalam diri
sahabat-sahabat itu. Kita bicara seakan hanya kitalah yang pantas untuk
dihargai. Kita tak berfikir bagaimana jika ia yang berbicara seperti itu kepada
kita. Kita melupakan semua itu.
Tentu untuk orang-orang
yang telah pantas menyandang status manusia dalam usia dewasa seperti kita,
adalah sebuah keharusan untuk menjaga ikatan berharga itu. Kita bukanlah anak
kecil yang kadang berteman kadang tidak , kita harus lebih dewasa tentunya.
Jika terjadi hal yang tidak nyaman dalam ikatan itu, mesti itu selesai secepat
mungkin. Jika tidak atau hanya menimbulkan masalah baru yang tak wajar, bukannya kita lebih dewasa seiring pertambahan waktu tapi
lebih kekanak-kanakan dari waktu ke waktu.
Perbedaan pun kerap kali
tak bisa diterima dengan bijak. Mungkin kita tak menyadari bahwa perbedaan
adalah kodrat manusia. Entah itu perbedaan dalam hal fisik atau pun cara
berfikir. Perbedaan dalam hal fisik, ekonomi misalnya, layaknya mengajarkan
kita arti salin berbagi. Bagaimana ketika seorang sahabat mengalami kesulitan
ekonomi maka sahabat lainnya yang akan memudahkan kesulitan itu. Tidak menerima
perbedaan adalah sikap paling konyol dalam pribadi seorang manusia. Bagaimana
jika kita semua terlahir sebagai orang yang kaya? Siapa yang ingin jadi petani?
Siapa yang ingin jadi nelayan? Siapa yang ingin melakukan semua hal yang
dianggap tak pantas dikerjakan oleh orang tergolong kaya?. Jadi sudahlah
perbedaan itu adalah hal yang memperindah ikatan ini. Perbedaan bukanlah lagi
hal yang mesti sering kita suarakan saat-saat kita bertemu, perbedaan bukanlah
sesuatu yang harus kita nampakkan. Karena kapan perbedaan itu dimunculkan
sedikit saja dan kita tak bisa menyikapinya, tunggulah kehancuran ikatan itu.
Mengungkapkan arti
persahabatan tak sebanding sinetron ”arti sahabat”, makna persahabatan bukanlah
sesuatu yang bisa diungkapkan dalam sebuah drama, bukan dalam sebuah buku,
apalagi dalam tulisan tak bermakna ini. Sahabat itu maknanya jauh dari yang
sekedar bisa diungkapkan. Sahabat itu ketika kita saling berjabat/berpelukan
dan terasa energi antara seorang sahabat dengan sahabat lainnya terasa
meningkat begitu besar, bahkan lebih dari itu. Saling mengajak pada jalan yang
baik dan mengingatkan pada hal buruk, dan masih banyak lagi.
Di penghujung tulisan
ini saya harus menyatakan bahwa tulisan ini lahir sebagai tulisan yang meski
tak berarti namun saya tuliskan untuk sahabat-sahabat saya, sahabat dari
kampung tercinta dari kecil hingga saat ini, sahabat seangkatan 015 SMANSA
PASTIM(Tak sedarah namun bersaudara), sahabat Res15stor, sahabat yang
lebih tua dari saya, sahabat yang saya anggap sebagai adik-adik saya, serta
sahabat-sahabat lainnya yang tak bisa saya sebutkan semuanya. Beberapa dari
kalian telah saya kenal sejak lama dan beberapa diantaranya masih tergolong
baru. Awalnya saya kurang percaya diri karena tulisan ini tak punya kualitas
yang menyamai tingkatan rata-rata, masih jauh di bawahnya tapi biarlah, karena
sebagian dari kita belum terlalu paham akan makna sahabat itu sendiri bahkan
saya pun sendiri. Anggaplah saja ini pemberian sederhana atau apapun itu.
Meskipun awalnya saya
memilih untuk kembali mengulang masa kecil jika pilihan itu ada, namun saya
berfikir bahwa: bagaimana jadinya jika hal itu akan seperti itu saja?. Bagaimana kita
bisa saling mengenal dengan yang lain jika hanya berada pada waktu yang
stagnan?. Hal yang tak perlu berubah adalah segala hal yang tetap mempererat
jabat tangan kita atau semakin mempererat ikatan persahabatan. Namun, saya memilih waktu sekarang. Waktu yang telah melewati
waktu sebelumnya yang membuat kita sekarang saling kenal satu sama lain serta
saling memahami satu sama lain. Saya memilih waktu yang sekarang, waktu yang
membuat kita akan selalu memulai langkah baru secara bersama-sama.
Lihatlah beberapa gedung
disekitar kita, apakah ia tersusun atas satu material? Apakah hanya berupa
pasir, hanya berupa semen hanya berupa air, atau pun hanya berupa besi? Tidak
kan? Mereka adalah materi yang berbeda, mereka menyatu dalam satu kesamaan
tujuan, yaitu membuat bangunan itu berdiri kuat dan kokoh meskipun mereka
adalah material berbeda. Lalu, tidakkah kita ingin seperti itu? Membangun
sebuah ikatan yang sangat kuat, menerima perbedaan dalam segala hal, dan
menyatu dalam satu bingkai kesamaan tujuan, itulah “persaudaraan tanpa batas”.
Saya harap kita sama :). .sekian. Terima kasih untuk yang membaca sampai
akhir..