Thursday, May 25, 2017

Kau dan Aku_Kita, Sahabat

Setelah sekian lama waktu berlalu begitu cepatnya , jemari ini begitu terasa kaku untuk menyentuh tombol berlabel huruf dan angka di depan layar komputer ini. Begitu tersiksa rasanya bila tiba-tiba hati ini memaksa imajinasi melahirkan kata demi kata untuk termuat dalam teks yang entah akan bagaimana jadinya. Mengapa demikian? Yah mungkin saja karena waktu berlalu begitu cepatnya hingga lupa bagaimana dulu saya menyentuhkan jari-jari ini melahirkan cerita panjang meski tak begitu berharga dalam pandangan orang lain, tulisan yang jauh di bawah kualitas rata-rata. Tapi saya selalu mengingat kata seorang sahabat yang sekarang ia satu tingkat di bawahku di bangku perkuliahan, “Jangan fikirkan apa yang akan kau tuliskan tapi tulislah apa yang ada dalam fikiranmu” katanya. Ia bilang itu pesan dari gurunya. Dan begitulah, saya mengingat pesannya begitu pun orangnya karena saya telah mengukir namanya dalam deretan nama sahabat-sahabatku, mengukir bukan dalam kertas namun dalam hati yang tak begitu mudahnya akan terhapus. Namun meskipun begitu sulitnya melanjutkan tulisan ini, saya akan tetap mencobanya, mencoba sebisanya.
Bicara tentang sahabat, agak risih saya dengar untuk terlalu mengungkapkan stasusnya. Kenapa? Karena sewaktu kecil mengenali kata sahabat pun tidak terlalu saya dalami tetapi saya bisa menghabiskan waktu berlama-lama bersama dengan teman-teman masa kecil. Meskipun hari ini mereka membuatku menangis tapi mengapa esoknya saya bisa mencari mereka lagi untuk saya ajak bermain bersama. Entah hari ini mereka menghina orang-orang yang saya anggap adalah keluarga tapi esoknya masih sama, saya pun akan tetap mencarinya untuk bermain bersama. Indah bukan? Meski kita tak mengenal arti sahabat sedikitpun, tapi kita begitu menikmati masa kebersamaan itu. Entah kapan, masa peralihan itu berlangsung hingga saat ini saya melihat dengan mata kepala sendiri, kita yang biasanya mampu menjelaskan arti kata sahabat sampai mulut berbusa tak bisa memaknai atau pun menikmati ikatan persahabatan itu seperti masa kecil kita. Sahabat itu bukan sekedar kata yang harus ditafsirkan, sahabat itu dimana kita mampu saling menikmati waktu bersama-sama dalam suka-duka, lapang-sempit, bahagia-derita dan segala macamnya, itu kata seorang sahabatku juga, Ia sahabat saya dari kelas 1 SMP yang tak jarang punya pandangan berbeda dengan saya. 
Menuliskan pesan-pesan berharga dari seorang sahabat mungkin bisa melahirkan banyak karya tulisan. Karena apa? Mereka selalu punya pesan bijak yang entah datangnya dari mana dan bentuknya seperti apa. Ketika masalah dihadapkan pada beberapa orang termasuk kita yang punya ikatan persahabatan, tanpa kita sadari akan melahirkan begitu banyak cara berbeda untuk menyelesaikannya. Kadang pun beberapa cara yang berbeda itu akan melahirkan lagi masalah baru atau pun solusi baru. Menanggapi perbedaan dengan cara yang tidak semestinya begitu sering terjadi saat berada dalam kondisi seperti itu.
Memutuskan ikatan persahabatan adalah akibat paling fatal menurut saya ketika menghadapi perbedaan dalam menanggapi masalah. Dan itu nyata adanya. Jika saya diperbolehkan memilih masa, saya lebih ingin melihat ikatan persahabatan itu seperti masa kecil kita yang memaafkan perbuatan orang lain kepada kita dengan mudahnya. Andai saja itu bisa kembali, tapi tidak. Tak pernah saya melihat seorang manusia dalam dunia nyata bisa mengulang waktu sekarang ke waktu sebelumnya bahkan sepersekian detik pun itu tak bisa. Jika pun kita mengalami beberapa kejadian yang kita merasa pernah melakukannya, mungkin kita berfikir bahwa ini adalah pengulangan waktu dan kita sedang berada di masa lalu tapi menurut saya tidak itu hanyalah kejadian yang orang menamainya, de javu_kejadian yang menurut kita pernah dilakukan sebelumnya. Itu bukanlah pengulangan waktu. Kita sama-sama sadar bahwa waktu tak bisa diulangi lagi, mustahil menurut saya kecuali itu mukjizat dari Yang Maha Pencipta. Jika demikian lalu bagaimana kita bisa mengalami hal seperti masa kecil kita? Masa dimana kita tak begitu mengenal arti kata persahabatan namun lebih bermakna ikatan sahabatnya dibandingkan dengan kita sekarang yang dianggap akan mampu lebih dewasa dalam bersahabat.
Beberapa orang bisa menjawab persoalan itu dan saya pun memiliki jawaban sendiri perihal itu. Setelah mencari kesana kemari dalam memori kepala, saya menjawab: itu adalah persoalan “maaf”. Itu ialah persoalan utama menurut saya. Kenapa saat ini kita cenderung mengabaikan ikatan persahabatan itu? Karena kita mudah tersinggung dan sulit memaafkan ketika seseorang melakukan hal yang salah di mata kita. Kita tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya. Mestinya, jika kita mudah tersinggung kita lebih mudah memaafkan. Maaf itu bukan sekedar kata. Maaf itu membuat kita melupakan kesalahan seorang sahabat di kala ia khilaf atau melakukan perbuatan yang membuat kita merasa terluka atau semacamnya. Lihatlah masa kecil kita dan bandingkan dengan sekarang. Semasa kecil seperti yang saya katakan tadi kesalahan orang lain bisa dengan mudahnya dimaafkan, meski kadang kita juga punya istilah “bombe’(musuh)” tapi itu tak pernah berlangsung lama. Kadangkala ketika seorang teman memiliki makanan dan tak mau membaginya kepada teman yang lain disitulah teman yang tak kebagian akan menganggap orang yang punya makanan adalah bombe’nya. Tapi tak bisa dielakkan itu hanya terjadi saat itu saja. Setelah beberapa saat kita akan kembali bermain bersama seperti biasanya. Bandingkan dengan sekarang!. Bahkan hanya pada sebuah persoalan salah paham, salah ucap, itu membuat akar permasalahan yang baru dan begitu susah untuk saling memaafkan.
Lalu pertanyaan berikutnya apakah benar, seiring bertambahnya usia bertambah pula kedewasaan kita menyikapi sesuatu? Jawablah sendiri!.
Kita tau bersama waktu berlalu begitu cepatnya dan untuk saya sendiri, jumlah manusia yang saya ukir dalam deretan nama-nama sahabat sudah tak terhitung jumlahnya. Entah apa yang membuat beberapa orang masih tetap memilih berada disamping saya , menyediakan tangan untuk dijabat ketika saya jatuh dan tersungkur. Jika alasannya karena mereka ingin memanfaatkan saya, semestinya sudah tak ada yang akan bertahan sebagai seorang teman dengan saya karena tak ada yang bisa mereka manfaatkan dari saya sendiri, saya serba kekurangan. Orang yang masih bertahan diantara kita dalam keadaan apapun itulah yang akan kita sebut sahabat. Mereka yang mampu mengerti bagaimana rasanya ketika mereka berada di posisi kita. Yah, begitulah sahabat mereka mampu membuat diri mereka merasakan apa yang kita rasakan. Kenapa beberapa orang saat ini saling memutuskan ikatan sahabat itu,?  Jawabannya karena persoalan itu, kita tidak mampu menempatkan diri kita dalam diri sahabat-sahabat itu. Kita bicara seakan hanya kitalah yang pantas untuk dihargai. Kita tak berfikir bagaimana jika ia yang berbicara seperti itu kepada kita. Kita melupakan semua itu.
Tentu untuk orang-orang yang telah pantas menyandang status manusia dalam usia dewasa seperti kita, adalah sebuah keharusan untuk menjaga ikatan berharga itu. Kita bukanlah anak kecil yang kadang berteman kadang tidak , kita harus lebih dewasa tentunya. Jika terjadi hal yang tidak nyaman dalam ikatan itu, mesti itu selesai secepat mungkin. Jika tidak atau hanya menimbulkan masalah baru yang tak wajar, bukannya kita lebih dewasa seiring pertambahan waktu tapi lebih kekanak-kanakan dari waktu ke waktu.
Perbedaan pun kerap kali tak bisa diterima dengan bijak. Mungkin kita tak menyadari bahwa perbedaan adalah kodrat manusia. Entah itu perbedaan dalam hal fisik atau pun cara berfikir. Perbedaan dalam hal fisik, ekonomi misalnya, layaknya mengajarkan kita arti salin berbagi. Bagaimana ketika seorang sahabat mengalami kesulitan ekonomi maka sahabat lainnya yang akan memudahkan kesulitan itu. Tidak menerima perbedaan adalah sikap paling konyol dalam pribadi seorang manusia. Bagaimana jika kita semua terlahir sebagai orang yang kaya? Siapa yang ingin jadi petani? Siapa yang ingin jadi nelayan? Siapa yang ingin melakukan semua hal yang dianggap tak pantas dikerjakan oleh orang tergolong kaya?. Jadi sudahlah perbedaan itu adalah hal yang memperindah ikatan ini. Perbedaan bukanlah lagi hal yang mesti sering kita suarakan saat-saat kita bertemu, perbedaan bukanlah sesuatu yang harus kita nampakkan. Karena kapan perbedaan itu dimunculkan sedikit saja dan kita tak bisa menyikapinya, tunggulah kehancuran ikatan itu.

Mengungkapkan arti persahabatan tak sebanding sinetron ”arti sahabat”, makna persahabatan bukanlah sesuatu yang bisa diungkapkan dalam sebuah drama, bukan dalam sebuah buku, apalagi dalam tulisan tak bermakna ini. Sahabat itu maknanya jauh dari yang sekedar bisa diungkapkan. Sahabat itu ketika kita saling berjabat/berpelukan dan terasa energi antara seorang sahabat dengan sahabat lainnya terasa meningkat begitu besar, bahkan lebih dari itu. Saling mengajak pada jalan yang baik dan mengingatkan pada hal buruk, dan masih banyak lagi.
Di penghujung tulisan ini saya harus menyatakan bahwa tulisan ini lahir sebagai tulisan yang meski tak berarti namun saya tuliskan untuk sahabat-sahabat saya, sahabat dari kampung tercinta dari kecil hingga saat ini, sahabat seangkatan 015 SMANSA PASTIM(Tak sedarah namun bersaudara), sahabat Res15stor, sahabat  yang lebih tua dari saya, sahabat yang saya anggap sebagai adik-adik saya, serta sahabat-sahabat lainnya yang tak bisa saya sebutkan semuanya. Beberapa dari kalian telah saya kenal sejak lama dan beberapa diantaranya masih tergolong baru. Awalnya saya kurang percaya diri karena tulisan ini tak punya kualitas yang menyamai tingkatan rata-rata, masih jauh di bawahnya tapi biarlah, karena sebagian dari kita belum terlalu paham akan makna sahabat itu sendiri bahkan saya pun sendiri. Anggaplah saja ini pemberian sederhana atau apapun itu.
Meskipun awalnya saya memilih untuk kembali mengulang masa kecil jika pilihan itu ada, namun saya berfikir bahwa: bagaimana jadinya jika hal itu akan seperti itu saja?. Bagaimana kita bisa saling mengenal dengan yang lain jika hanya berada pada waktu yang stagnan?. Hal yang tak perlu berubah adalah segala hal yang tetap mempererat jabat tangan kita atau semakin mempererat ikatan persahabatan. Namun, saya memilih waktu sekarang. Waktu yang telah melewati waktu sebelumnya yang membuat kita sekarang saling kenal satu sama lain serta saling memahami satu sama lain. Saya memilih waktu yang sekarang, waktu yang membuat kita akan selalu memulai langkah baru secara bersama-sama. 
Lihatlah beberapa gedung disekitar kita, apakah ia tersusun atas satu material? Apakah hanya berupa pasir, hanya berupa semen hanya berupa air, atau pun hanya berupa besi? Tidak kan? Mereka adalah materi yang berbeda, mereka menyatu dalam satu kesamaan tujuan, yaitu membuat bangunan itu berdiri kuat dan kokoh meskipun mereka adalah material berbeda. Lalu, tidakkah kita ingin seperti itu? Membangun sebuah ikatan yang sangat kuat, menerima perbedaan dalam segala hal, dan menyatu dalam satu bingkai kesamaan tujuan, itulah “persaudaraan tanpa batas”. Saya harap kita sama :). .sekian. Terima kasih untuk yang membaca sampai akhir.. 

4 comments: