Wednesday, March 15, 2017

Bukan Sekedar Cerita Motivasi

1.      Sedikit Demi Sedikit Lama-Lama Jadi Bukit




Pepatah ini sederhana saja “sedikit demi sedikit, lama-lama jadi bukit.” Dalam pandangan kita pepatah ini hanya berarti bahwa apabila kita mengumpulkan se-sen demi se-sen maka suatu saat kita akan mendapatkan sepundi. Namun sesungguhnya pepatah ini tak sekedar berbicara tentang hidup hemat, atau ketekunan menabung. Pepatah ini menyiratkan tentang sesuatu yang lebih berharga dari sekedar sekantung keeping uang, yaitu bila kita mampu mengumpulkan kebaikan dalam setiap tindakan-tindakan kecil kita maka kita akan dapati kebesaran jiwa kita
Bagaimana tindakan- tindakan kecil itu mencerminkan kebesaran jiwa sang pemiliknya? Yaitu, bila disertai kasih saying di dalamnya. Ucapan senyum, sesungging senyum, sapaan ramah, atau pelukan bersahabat adalah tindakanyang mungkin sepeleh saja. Namun, dalam liputan kasih sayang ia jauh lebih berharga dari pada bukit tabungan Anda

2.      Tindakan Kita Sebatas Kita Memandang Dunia


         Bila anda memandang diri anda kecil, dunia akan tampak sempit, dan tindakan anda pu  jadi kerdil. Namun,bila anda memandang diri anda besar, dunia terlihat luas, anda pun dapat melakukan hal-hal yang penting dan berharga.
         Tindakan adalah cermin bagaimana anda melihat dunia. Sementara dunia anda tak lebih luas dari pikiran anda tentang diri anda sendiri. Itulah mengapa kita diajarkan untuk berprasangka positif pada diri sendiri, agar kita bisa melihat dunia lebih indah, dan bertindak selaras dengan kebaikan-kebaikan yang ada dalam pikiran kita. Padahal dunia tak butuh penilaian apa-apa dari kita. Ia hanya memantulkan apa yang ingin ita lihat. Ia menggemakan apa yang kita dengar. Bila kita takut menghadapi dunia, sesungguhnya kita takut menghadapi diri sendiri. Maka bukan persoalan kita memandang diri kita baik atau tidak terhadap diri kita sendiri. Lebih dari itu kita harus jujur memandang diri kita sendiri dengan apa adanya. Dan dunia pun akan menampakkan realitasnya yang selama ini tersembunyi dibalik penilaian-penilaian kita.

3.      Bersyukur Pada Apa Saja


         Kita sebagai manusia wajib mensyukuri apapun yang terjadi pada diri kita. Dilaur dari anjuran beberapa agama di dunia sesungguhnya rasa syukur mengantarkan kita pada sebuah rasa bebas dari sebuah kecemasan. Bersyukur pun mengantarkan kita untuk menyingkirkan hal-hal negative yang bisa berpotensi menyalahkan jalan hidup kita. Meskipun orang lain memandang tindakan kita sebagai tindakan yang tidak realistis tapi sesungguhnya kita lebih realistis dari pada mereka karena kembali pada yang tadi bahwa rasa syukur mengantar kita pada kebebasan dari rasa cemas dan rasa bersalah yang berlebihan.
         Kebanyakan dari kita terpaku pada suatu kesalahan dan mengingkarinya. Sangat sedikit yang melihat keberhasilan lalu mensyukurinya. Kita tidak mampu berhasil hanya dengan menggerutu dan berkeluh kesah terhadap suatu kesalahn dan tidak bisa bangkit untuk melawan atau memperbaiki kesalahan itu. Hanya dengan pandangan positif akan membawa kita untuk bangkit, dan hanya dengan rasa syukurlah sisi positif itu tampak dalam pandangan kita.


4. Malaikat Pelindung



         Suatu ketika, ada seorang bayi yang akan dilahirkan ke dunia, Ia bertanya kepada Tuhan.’Ya Tuhan, engkau akan mengirimku ke Bumi. Tapi aku takut, aku masih kecil dan tak berdaya. Siapakah yang akan melindungiku disana?”
         Tuhan pun menjawab,“Diantara semua malaikat-Ku, aku akan memilih seorang yang khusus untukmu. Dia akan merawat dan mengasihimu. “si kecil bertanya lagi ,”tapi disini ,di surge ini, aku tak berbuat apa-apa kecuali tersenyum dan bernyanyi. Semua itu sudah cukup membuatku bahagia. Lalu tuhan pun menjawab. Tak apa, malaikatmu itu selalu menyenandungkan lagu untukmu, dan selalu membuatmu tersenyum di setiap harimu. Kau akan merasakan cinta dan kasih saying dan itu akan membuatmu merasa bahagia. Si kecil bertanya lagi” lalu bagaimana aku akan berbicara dengan mereka sedangkan aku tak mengerti sama sekali dengan bahasa yang mereka ucapkan.? Tuhan pun menjawab. “malaikatmu itu akan mengajarkanmu bahasa yang paling indah. Dia akan selalu sabar berada di sampingmu, dan dengan kasihnya dia akan mengajarkanmu berbicara dengan manusia.
         Lalu si kecil masih bertanya,” Lalu, bagaimana jika aku ingin bertemu denganmu ya Tuhan?, Tuhan pun menjawab, malaikatmu membimbingmu. Dia akan menengadahkan tangannya bersamamu , dan mengajarkanmu untuk berdo’a”.
         Namun si kecil masih bertanya,” Tetapi aku mendengar disana ada banyak orang yang jahat, siapakah yang akan melindungiku nanti?. Tuhan pun menjawab,” Tenanglah, malaikatmu akan terus melindungimu, meskipun nyawa yang menjadi taruhannya. Dia akan sering melupakan kepentingannya sendiri demi keselamatanmu.
         Tetapi si kecil malah bersedih” ya Tuhan aku bersedih jika aku tak melihat-Mu lagi. Tuhan pun menjawab,” malaikatmu akan selalu mengajarkanmu keagungan-Ku, dan dia akan mendidikmu dengan sepenuh hati, mengajarkanmu banyak hal dengan penuh kesabaran, membimbingmu agar selalu mengingatku, dan Aku akan selalu berada di sisimu.
         Hening. Kedamaian pun tetap menerpa syurga. Namun, suara-suara dari bumi terdengar sayup-sayup.’ Ya Tuhan, aku akan pergi, tolong sebutkan nama malaikat yang akan melindungiku….”
         Tuhan pun menjawab, “nama malaikatmu mungkin tidak akan terlalu penting bagimu tetapi nanti engkau akan memanggilnya dengan sebutan: IBU..”

5.      Garam Dan Telaga
         Suatu ketika , hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang pemuda yang mengadukan masalahnya. Langkahnya dan ekspresi wajahnya ia memperlihatkan kesedihannya. Bagai seorang yang sedang dirundung masalah.
         Tanpa membuang waktu, pemuda itu menceritakan kisahnya kepada pak Tua yang bijak. Pak Tua itu hanya mendengarkan dengan seksama. Ia lantas mengambil segenggam garam dan meminta tamunya mengambil segelas air. Pak tua pun menaburkan garam tersebut ke dalam gelas dan meminta pemuda itu meminum air dalam gelas tersebut..” Minumlah air ini dan katakanla bagaimna rasanya.
         “Pahit, pahit sekali rasanya” sahut pemuda itu dengan raut muka yang lain.
         Pak tua itu kemudian mengajak pemuda untuk pergi ke telaga di dekat rumahnya. Di telaga itu pak tua kemudian menaburkan garam itu dan mengaduknya dengan kayu kecil sampai timbul riak air kecil mengusik ketenangan air di telaga itu. Lalu disuruhnya pun pemuda itu meminum air di telaga itu. “bagaimana rasanya?” kata pak tua. Pemuda itupun menjawab,”segar sekali rasanya”.
         Kemudian pak Tua itu mengajak anak muda tadi untuk duduk di dekat telaga. Sambil menepuk punggung  pemuda itu , pak tua berkata dengan bijak” anak muda, begitulah kita harus menghadapi suatu masalah. Pahit tidaknya masalah yang kita hadapi akan bergantung pada cara kita menanggapinya. Seberapa besar wadah yang kita pakai untuk menerima masalah yang pahit itu. Jika kita menerima masalah itu bagaikan garam dalam satu gelas air maka ia akan terasa pahit. Sementara ketika kita menerima suatu masalah dengan berlapang dada layaknya garam dalam telaga maka kepahitan itu akan menjadi teredam dan menjadi kesegaran serta kebaikan bagimu.”
         Setelah itu pemuda dan pak tua yang bijak itu beranjak dari telaga itu. Pemuda itupun pergi dan pak tua pun kembali ke rumahnya. Pak tua itu selalu menyimpan segenggam garam untuk pemuda lain yang akan datang kepanya mengadukan masalah…

0 comments:

Post a Comment